BREAKING NEWS

Profil

TUPOKSI

Artikel

Senin, 06 Mei 2013

PRINSIP BUDAYA KERJA DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SEBAGAI STRATEGI PENGENTASAN KEMISKINAN



PRINSIP BUDAYA KERJA DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
SEBAGAI STRATEGI PENGENTASAN KEMISKINAN




Oleh : Andi Asnyati, S.Pd.
FK Kecamatan Patimpeng Kabupaten Bone


I.    PENDAHULUAN

Pemberdayaan sebagai konsep pembangunan yang memiliki makna upaya pengembangan, memandirikan, menswadayakan dan memperkuat posisi tawar-menawar masyarakat lapisan bawah terhadap kekuatan-kekuatan disegala bidang dan sektor kehidupan. Disamping itu pemberdayaan juga memiliki makna melindungi dan membela dengan cara berpihak kepada yang lemah, untuk mencegah terjadinya persaingan yang tidak seimbang dan eksploitasi atas yang lemah”.
Dari pemikiran tersebut, maka dapat dipahami bahwa pemberdayaan masyarakat merupakan suatu cara dengan masyarakat, organisasi dan komunitas yang diarahkan agar mampu menguasai  dan meniti kehidupannya. Hal ini tidak terlepas dari pemahaman kemiskinan sebagai permasalahan yang memiliki dimensi kompleks.  Kemiskinan bukan hanya permasalahan yang berdimensi ekonomi melainkan segala aspek kehidupan
Sehubungan dengan pernyataan diatas, maka dapat dipahami bahwa penanganan kemiskinan, menuntut untuk tidak hanya melakukan pemberdayaan primer saja, tetapi lebih jauh kepada upaya pemberdayaan yang memungkinkan munculnya kesadaran kritis masyarakat untuk merencanakan dan melaksanakan serta menemukan cara-cara melepaskan diri dari kemiskinan atas dasar pilihan dan kekuatannya sendiri. Dengan kata lain bahwa pemberdayaan harus memungkinkan terpenuhinya kebutuhan praktis dan kebutuhan strategis bagi masyarakat.
Dengan pendekatan prinsip budaya kerja memungkinkan masyarakat untuk menikmati kebebasan, pemerataan dan kesempatan yang seluas-luasnya dalam rangka memperbaiki diri. Hal ini menandakan, bahwa proses pemberdayaan masyarakat bukanlah pekerjaan yang mudah untuk dilaksanakan. Selain benar-benar mengedepankan sebuah proses, implikasinyapun membutuhkan waktu yang begitu panjang. Dengan demikian kegiatan pemberdayaan yang berorientasi pada proses, pada umumnya tidak memberi dampak bagi masyarakat untuk menerima manfaat langsung dari program pemberdayaan tersebut.  Hal ini dapat dipahami, karena program pemberdayaan masyarakat dalam mewujudkan masyarakat aktif harus diawali dengan sebuah kesadaran kritis masyarakat, yaitu proses pencarian pengetahuan dan proses transformatif.  Transformasi merupakan penjelajahan suatu masyarakat yang mengenal dirinya sendiri, dengan maksud untuk mewujudkan segera nilai-nilanya yang lebih sempurna, yang merasa pentingnya transformasi dilakukan dan mampu mengukur kemampuan-kemampuan tersebut, bila tidak demikian masyarakat dengan sendirinya akan mengalami kehancuran. Masyarakat seperti inilah yang diharapkan akan menjadi masyarakat aktif”.
Proses transformasi akan dapat terwujud melalui kegiatan pendidikan kerakyatan berupa kegiatan dialog antar anggota masyarakat yang difasilitasi oleh seseorang atau pihak yang menjadi fasilitator kelompok masyarakat.  Transformasi dialogis memungkinkan masyarakat memiliki tingkat kesadaran kritis tentang kehidupannya dan pada gilirannya dapat merenungkan  untuk merencanakan dan melakukan serta mewujudkan kondisi dan nilai yang lebih baik yang diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan secara mandiri.
Pada hakikatnya, bahwa strategi pada pemberdayaan masyarakat bermuara pada dua sasaran utama yaitu: (1) melepaskan belenggu kemiskinan dan keterbelakangan; (2) mempercepat posisi lapisan masyarakat kedalam struktur kekuasaan. Untuk dapat mewujudkan sasaran tersebut maka diperlukan suntikan modal usaha, penguatan institusi (kelembagaan), pembangunan prasarana dasar dan menciptakan keterkaitan desa kota yang harmonis dan terpadu. Untuk itu setiap anggota masyarakat diisyaratkan terlibat dalam proses pembangunan, mempunyai kemampuan sama, dan bertindak rasional. Hal ini dimaksudkan agar masyarakat mempunyai kemampuan untuk memiliki kekuatan dan kemampuan  bukannya tersingkir dari proses pembangunan yang sedang berlangsung. Seperti pepatah yang berbunyi “ bahwa orang miskin tertindas oleh roda pembangunan, terhempas ke pinggiran dan akhirnya terjerumus kedalam kemelaratan dan kenistaan”.
Sehubungan dengan itu upaya memberdayakan masyarakat harus dilakukan dari tiga arah, yaitu, pertama, menciptakan suasana/iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang ; kedua, memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat; dan ketiga, melindungi pihak yang lemah agar jangan bertambah menjadi lemah, mencegah terjadi persaingan yang tidak seimbang dan eksploitasi yang kuat atas yang lemah. Ketiga arah pemberdayaan tersebut membutuhkan suatu pendekatan utama yaitu masyarakat tidak boleh dijadikan obyek dari proyek pembangunan, tetapi merupakan subyek (pelaku) dari upaya pembangunan itu sendiri. Hasil akhir dari proses pemberdayaan adalah beralihnya fungsi individu yang semula obyek menjadi subyek.
Berdasarkan konsep tersebut, dikembangkan berbagai pendekatan dalam pemberdayaan masyarakat yaitu a) upaya pemberdayaan masyarakat harus terarah  atau pemihakan pada orang miskin; b) pendekatan kelompok untuk memudahkan pemecahan masalah yang dihadapi secara bersama-sama; c)  pendampingan, selama proses pembentukan dalam penyelenggaraan kelompok masyarakat miskin yang dilakukan oleh pendamping (baik pendamping lokal, teknis, maupun khusus). Ia berfungsi sebagai fasilitator, komunikator, ataupun dinamisator serta membantu kelompok mencari solusi atas masalah yang dihadapi.
Melalui beberapa pendekatan  di atas maka sejatinya pemberdayaan  dapat :
a)    menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang secara optimal. Pemberdayaan harus mampu membebaskan masyarakat dari sekat-sekat kultural dan struktural yang menghambat. Adapun implementasi pemberdayaan penanggulangan kemiskinan yang harus  dilakukan terlebih dahulu adalah menyadarkan mereka bahwa sesungguhnya tingkat kehidupan mereka rendah (di bawah garis kemiskinan) dan meyakinkan mereka (menumbuhkan rasa percaya diri) bahwa kemiskinan bukan merupakan budaya tetapi kondisi itu dapat diperbaiki dan dikoreksi. Dengan kesadaran dan rasa percaya diri akan tumbuh motivasi dikalangan masyarakat miskin itu sendiri untuk belajar dan menyerap berbagai kemungkinan yang bisa dilakukan, sehingga mereka akan lebih mudah menerima dan tanggap terhadap setiap pembaharuan.
b)    memperkuat pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki masyarakat dalam memecahkan masalah dan memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Pemberdayaan harus mampu menumbuh-kembangkan segenap kemampuan dan kepercayaan diri masyarakat yang menunjang kemandirian mereka. Dalam proses pemberdayaan  masyarakat miskin upaya yang dilakukan adalah membantu dan membimbing mereka dalam bentuk latihan, magang dan kursus, baik secara teknis maupun dalam organisasi dan manajemen sesuai kebutuhan dan potensi yang dimiliki sehingga mereka memiliki kemampuan untuk pengembangan usahanya serta dapat akses kepada sumberdaya,permodalan,teknologi dan pasar.
c)     melindungi masyarakat terutama kelompok-kelompok lemah agar tidak tertindas oleh kelompok kuat, menghindari terjadinya persaingan yang tidak seimbang (apalagi tidak sehat) antara yang kuat dan lemah, dan mencegah terjadinya ekploitasi kelompok kuat terhadap kelompok lemah.  Pemberdayaan harus diarahkan pada penghapusan segala jenis diskriminasi dan dominasi yang tidak menguntungkan rakyat kecil. Bentuk perlindungan dalam pemberdayaan masyarakat miskin adalah tumbuhnya  kelompok atas dasar kebutuhan dan kepentingan kelompok, dengan tujuan mengembangkan kerjasama ekonomi yang lebih luas sehingga dapat memberikan manfaat yang lebih besar bagi para anggotanya.   
d)    memberikan bimbingan dan dukungan agar masyarakat mampu menjalankan peranan dan tugas-tugas kehidupannya.  Pemberdayaan harus mampu menyokong masyarakat agar tidak terjatuh kedalam keadaan dan posisi yang semakin lemah dan terpinggirkan.  Upaya yang dapat dilakukan dalam pemberdayaan masyarakat miskin  salah satunya yaitu menjalin kerjasama dengan dinas /instansi dan pihak terkait sebagai bentuk dukungan terhadap masyarakat miskin sehingga mereka akan mendapatkan bimbingan dan pembinaan untuk peningkatan penghidupannya.
e)    memelihara kondisi yang kondusif agar tetap terjadi keseimbangan distribusi kekuasaan antara berbagai kelompok dalam masyarakat.  Pemberdayaan harus mampu menjamin keselarasaan dan keseimbangan yang memungkinkan setiap orang memperoleh kesempatan berusaha.  Kegiatan dalam pemberdayaan masyarakat miskin salah satu bentuk kegiatan yang dilaksanakan yaitu adanya pertemuan rutin di kelompoknya yang mengacu pada aturan-aturan yang telah dibuat atas kesepakatan musyawarah bersama anggota.

II.   BUDAYA KERJA
Budaya secara harfiah  memiliki arti kemampuan mengerjakan tanah, mengolah, memelihara ladang. Sedang kebudayaan adalah a) sebagai suatu keseluruhan dari pola perilaku yang dikirimkan melalui kehidupan sosial, seniagama, kelembagaan, dan semua hasil kerja dan pemikiran manusia dari suatu kelompok manusia. b) keseluruhan sistem gagasan tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan miliki diri manusia dengan cara belajar.
Budaya Kerja adalah suatu falsafah dengan didasari pandangan hidup sebagai nilai-nilai yang menjadi sifat, kebiasaan dan juga pendorong yang dibudayakan dalam suatu kelompok dan tercermin dalam sikap menjadi perilaku, cita-cita, pendapat, pandangan serta tindakan yang terwujud sebagai kerja.
Budaya kerja memiliki tujuan untuk mengubah sikap dan juga perilaku SDM yang ada agar dapat meningkatkan produktivitas kerja untuk menghadapi berbagai tantangan di masa yang akan datang.
Manfaat dari penerapan Budaya Kerja yang baik :
1. meningkatkan jiwa gotong royong
2. meningkatkan kebersamaan
3. saling terbuka satu sama lain
4. meningkatkan jiwa kekeluargaan
5. meningkatkan rasa kekeluargaan
6. membangun komunikasi yang lebih baik
7. meningkatkan produktivitas kerja
8. tanggap dengan perkembangan dunia luar,dan lain lainnya.



III. PILAR BUDAYA KERJA

Pilar budaya kerja merupakan landasan yang menjadi tolok ukur atau acuan nilai untuk mengukur suatu program. Pilar budaya kerja seperti yang dicanangkan Bupati Bone adalah :
1. Kerja Cerdas
2. Kerja Keras
3. Kerja Ikhlas
4. Kerja Tuntas

KERJA CERDAS ;
Mampu memperhitungkan risiko, mampu melihat peluang & dapat mencari solusi sehingga dapat mencapai keuntungan yang diharapkan Hal ini tentu didasari tingkat kemampuan yang dimiliki seseorang (profesional pada bidangnya)
KERJA KERAS :
Usaha maksimal untuk memenuhi keperluan hidup di dunia dan di akhirat disertai sikap optimis. Setiap orang wajib berikhtiar maksimal untuk memenuhi kebutuhan hidup di dunia dan akhirat. Kebutuhan hidup manusia baik jasmani maupun rohani harus terpenuhi. Kebutuhan jasmani antara lain makan, pakaian dan tempa tinggal sedangkan kebutuhan rohani diantaranya ilmu pengetahuan dan nasehat. Kebutuhan itu akan diperoleh dengan syarat apabila manusia mau bekerja keras dan berdo’a maka Allah pasti akan memberikan nikmat dan rizki-Nya. Bekerja atau berikhtiar merupakan kewajiban semua manusia. Karena itu untuk mencapai tujuan hidup manusia harus bekerja keras terlebih dahulu. Dalam lingkup belajar, kerja keras sangat diperlukan sebab belajar merupakan proses ang membutuhkan waktu. Orang akan sukses apabila ia giat belajar, tidak bermalas-malasan.
KERJA IKHLAS :
Bekerja dengan bersungguh-sungguh yang dilandasi oleh hati yang tulus dan dilakukan tanpa keluh kesah. Hal ini harus dimulai dari niat yang baik  atau dalam bahasa Bugis disebut "ININNAWA".  Kerja ikhlas adalah bentuk pengorbanan baik tenaga, pikiran, dan perasaan.
KERJA TUNTAS :
Bekerja tidak setengah-setengah & mampu mengorganisasikan bagian-bagian usaha secara terpadu dari awal sampai akhir untuk mencapai hasil maksimal. Kerja tuntas dikalangan Bugis Bone dikenal dengan prinsip "TELLABU ESSOE RI TENGNGA BITARAE" yaitu jika ingin melakukaan sesuatu pekerjaan maka renungkanlah kemudian satukan hati dan pikiran selanjutnya lakukan dan jangan berhenti di tengah jalan .

IV.PENGENTASAN DARI KEMISKINAN
       Bukan hal baru, bahwa kemiskinan merupakan suatu penyakit sosial ekonomi tidak hanya dialami oleh negara-negara berkembang, tetapi juga negara-negara maju, revolusi industri yang muncul di Eropa. Pada masa itu kaum miskin di Inggris berasal dari tenaga-tenaga kerja pabrik yang sebelumnya sebagai petani yang mendapatkan upah rendah, sehingga kemampuan daya belinya juga rendah. Mereka umumnya tinggal di permukiman kumuh yang rawan terhadap penyakit sosial lainnya, seperti prostitusi, kriminalitas, pengangguran. Berikut sedikit penjelasan mengenai kemiskinan yang sudah menjadi dilema mengglobal yang sangat sulit dicari cara pemecahan terbaiknya.
Kemiskinan dapat dibedakan menjadi tiga pengertian: kemiskinan absolut, kemiskinan relatif dan kemiskinan kultural. Seseorang termasuk golongan miskin absolut apabila hasil pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan, tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum: pangan, sandang, kesehatan, papan, pendidikan. Seseorang yang tergolong miskin relatif sebenarnya telah hidup di atas garis kemiskinan namun masih berada di bawah kemampuan masyarakat sekitarnya. Sedang miskin kultural berkaitan erat dengan sikap seseorang atau sekelompok masyarakat yang tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupannya sekalipun ada usaha dari pihak lain yang membantunya. Adapun indikator kemiskinan antara lain :
1.    Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar (sandang, pangan dan papan).
2.    Tidak adanya akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya (kesehatan, pendidikan, sanitasi, air bersih dan transportasi).
3.    Tidak adanya jaminan masa depan (karena tiadanya investasi untuk pendidikan dan keluarga).
4.    Kerentanan terhadap goncangan yang bersifat individual maupun massa.
5.    Rendahnya kualitas sumber daya manusia dan terbatasnya sumber daya alam.
6.    Kurangnya apresiasi dalam kegiatan sosial masyarakat.
7.    Tidak adanya akses dalam lapangan kerja dan mata pencaharian yang berkesinambungan.
8.    Ketidakmampuan untuk berusaha karena cacat fisik maupun mental.
9.    Ketidakmampuan dan ketidaktergantungan sosial (anak-anak terlantar, wanita korban kekerasan rumah tangga, janda miskin, kelompok marginal dan terpencil).

    Penyebab Kemiskinan
a.    Merosotnya standar perkembangan pendapatan perkapita secara global.
b.    Menurunnya etos kerja dan produktivitas masyarakat.
c.    Biaya kehidupan yang tinggi.

V.     PENUTUP
  Sejatinya, upaya menghadapi kemiskinan di zaman global ini diperlukan usaha-usaha yang lebih kreatif dan inovatif. Sehingga  ke depan mau tidak mau perlu strategi-strategi baru dalam meningkatkan kualitas SDM dalam bentuk pendampingan langsung yang didasari dedikasi yang tinggi khususnya bagi mereka yang bergerak dalam hal pemberdayaan masyarakat. Hal ini dapat terwujud bilamana para penggerak pemberdayaan memiliki dedikasi yang tinggi dengan membudayakan falsafah etos kerja yang kukuh, yakni bekerja cerdas, keras, ikhlas, dan tuntas.

Posting Komentar

 
Copyright © 2013 PNPM PATIMPENG BONE
pnpmpatimpeng@yahoo.com /e-mail