PRINSIP BUDAYA KERJA DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
SEBAGAI STRATEGI PENGENTASAN KEMISKINAN
Oleh : Andi Asnyati,
S.Pd.
FK Kecamatan
Patimpeng Kabupaten Bone
I.
PENDAHULUAN
Pemberdayaan
sebagai konsep pembangunan yang memiliki makna upaya pengembangan, memandirikan,
menswadayakan dan memperkuat posisi tawar-menawar masyarakat lapisan bawah
terhadap kekuatan-kekuatan disegala bidang dan sektor kehidupan. Disamping itu
pemberdayaan juga memiliki makna melindungi dan membela dengan cara berpihak
kepada yang lemah, untuk mencegah terjadinya persaingan yang tidak seimbang dan
eksploitasi atas yang lemah”.
Dari
pemikiran tersebut, maka dapat dipahami bahwa pemberdayaan masyarakat merupakan
suatu cara dengan masyarakat, organisasi dan komunitas yang diarahkan agar mampu
menguasai dan meniti kehidupannya. Hal
ini tidak terlepas dari pemahaman kemiskinan sebagai permasalahan yang memiliki
dimensi kompleks. Kemiskinan bukan hanya
permasalahan yang berdimensi ekonomi melainkan segala aspek kehidupan
Sehubungan
dengan pernyataan diatas, maka dapat dipahami bahwa penanganan kemiskinan,
menuntut untuk tidak hanya melakukan pemberdayaan primer saja, tetapi lebih
jauh kepada upaya pemberdayaan yang memungkinkan munculnya kesadaran kritis
masyarakat untuk merencanakan dan melaksanakan serta menemukan cara-cara
melepaskan diri dari kemiskinan atas dasar pilihan dan kekuatannya sendiri.
Dengan kata lain bahwa pemberdayaan harus memungkinkan terpenuhinya kebutuhan
praktis dan kebutuhan strategis bagi masyarakat.
Dengan
pendekatan prinsip budaya kerja memungkinkan masyarakat untuk menikmati
kebebasan, pemerataan dan kesempatan yang seluas-luasnya dalam rangka
memperbaiki diri. Hal ini menandakan, bahwa proses pemberdayaan masyarakat
bukanlah pekerjaan yang mudah untuk dilaksanakan. Selain benar-benar
mengedepankan sebuah proses, implikasinyapun membutuhkan waktu yang begitu
panjang. Dengan demikian kegiatan pemberdayaan yang berorientasi pada proses,
pada umumnya tidak memberi dampak bagi masyarakat untuk menerima manfaat langsung
dari program pemberdayaan tersebut. Hal
ini dapat dipahami, karena program pemberdayaan masyarakat dalam mewujudkan masyarakat
aktif harus diawali dengan sebuah kesadaran kritis masyarakat, yaitu proses
pencarian pengetahuan dan proses transformatif. Transformasi merupakan penjelajahan suatu
masyarakat yang mengenal dirinya sendiri, dengan maksud untuk mewujudkan segera
nilai-nilanya yang lebih sempurna, yang merasa pentingnya transformasi
dilakukan dan mampu mengukur kemampuan-kemampuan tersebut, bila tidak demikian
masyarakat dengan sendirinya akan mengalami kehancuran. Masyarakat seperti
inilah yang diharapkan akan menjadi masyarakat aktif”.
Proses
transformasi akan dapat terwujud melalui kegiatan pendidikan kerakyatan berupa
kegiatan dialog antar anggota masyarakat yang difasilitasi oleh seseorang atau
pihak yang menjadi fasilitator kelompok masyarakat. Transformasi dialogis memungkinkan masyarakat
memiliki tingkat kesadaran kritis tentang kehidupannya dan pada gilirannya
dapat merenungkan untuk merencanakan dan
melakukan serta mewujudkan kondisi dan nilai yang lebih baik yang diharapkan
dapat meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan secara mandiri.
Pada
hakikatnya, bahwa strategi pada pemberdayaan masyarakat bermuara pada dua
sasaran utama yaitu: (1) melepaskan belenggu kemiskinan dan keterbelakangan;
(2) mempercepat posisi lapisan masyarakat kedalam struktur kekuasaan. Untuk
dapat mewujudkan sasaran tersebut maka diperlukan suntikan modal usaha,
penguatan institusi (kelembagaan), pembangunan prasarana dasar dan menciptakan
keterkaitan desa kota yang harmonis dan terpadu. Untuk itu setiap anggota
masyarakat diisyaratkan terlibat dalam proses pembangunan, mempunyai kemampuan
sama, dan bertindak rasional. Hal ini dimaksudkan agar masyarakat mempunyai
kemampuan untuk memiliki kekuatan dan kemampuan bukannya tersingkir dari proses pembangunan
yang sedang berlangsung. Seperti pepatah yang berbunyi “ bahwa orang miskin
tertindas oleh roda pembangunan, terhempas ke pinggiran dan akhirnya terjerumus
kedalam kemelaratan dan kenistaan”.
Sehubungan
dengan itu upaya memberdayakan masyarakat harus dilakukan dari tiga arah,
yaitu, pertama, menciptakan suasana/iklim yang memungkinkan potensi masyarakat
berkembang ; kedua, memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat;
dan ketiga, melindungi pihak yang lemah agar jangan bertambah menjadi lemah,
mencegah terjadi persaingan yang tidak seimbang dan eksploitasi yang kuat atas
yang lemah. Ketiga arah pemberdayaan tersebut membutuhkan suatu pendekatan utama
yaitu masyarakat tidak boleh dijadikan obyek dari proyek pembangunan, tetapi
merupakan subyek (pelaku) dari upaya pembangunan itu sendiri. Hasil akhir dari
proses pemberdayaan adalah beralihnya fungsi individu yang semula obyek menjadi
subyek.
Berdasarkan
konsep tersebut, dikembangkan berbagai pendekatan dalam pemberdayaan masyarakat
yaitu a) upaya pemberdayaan masyarakat harus terarah atau pemihakan pada orang miskin; b)
pendekatan kelompok untuk memudahkan pemecahan masalah yang dihadapi secara
bersama-sama; c) pendampingan, selama
proses pembentukan dalam penyelenggaraan kelompok masyarakat miskin yang
dilakukan oleh pendamping (baik pendamping lokal, teknis, maupun khusus). Ia
berfungsi sebagai fasilitator, komunikator, ataupun dinamisator serta membantu
kelompok mencari solusi atas masalah yang dihadapi.
Melalui
beberapa pendekatan di atas maka
sejatinya pemberdayaan dapat :
a)
menciptakan
suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang secara
optimal. Pemberdayaan harus mampu membebaskan masyarakat dari sekat-sekat
kultural dan struktural yang menghambat. Adapun implementasi pemberdayaan
penanggulangan kemiskinan yang harus
dilakukan terlebih dahulu adalah menyadarkan mereka bahwa sesungguhnya
tingkat kehidupan mereka rendah (di bawah garis kemiskinan) dan meyakinkan
mereka (menumbuhkan rasa percaya diri) bahwa kemiskinan bukan merupakan budaya
tetapi kondisi itu dapat diperbaiki dan dikoreksi. Dengan kesadaran dan rasa
percaya diri akan tumbuh motivasi dikalangan masyarakat miskin itu sendiri
untuk belajar dan menyerap berbagai kemungkinan yang bisa dilakukan, sehingga
mereka akan lebih mudah menerima dan tanggap terhadap setiap pembaharuan.
b)
memperkuat
pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki masyarakat dalam memecahkan masalah dan
memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Pemberdayaan harus mampu menumbuh-kembangkan
segenap kemampuan dan kepercayaan diri masyarakat yang menunjang kemandirian
mereka. Dalam proses pemberdayaan
masyarakat miskin upaya yang dilakukan adalah membantu dan membimbing
mereka dalam bentuk latihan, magang dan kursus, baik secara teknis maupun dalam
organisasi dan manajemen sesuai kebutuhan dan potensi yang dimiliki sehingga
mereka memiliki kemampuan untuk pengembangan usahanya serta dapat akses kepada
sumberdaya,permodalan,teknologi dan pasar.
c)
melindungi masyarakat terutama
kelompok-kelompok lemah agar tidak tertindas oleh kelompok kuat, menghindari
terjadinya persaingan yang tidak seimbang (apalagi tidak sehat) antara yang
kuat dan lemah, dan mencegah terjadinya ekploitasi kelompok kuat terhadap
kelompok lemah. Pemberdayaan harus
diarahkan pada penghapusan segala jenis diskriminasi dan dominasi yang tidak
menguntungkan rakyat kecil. Bentuk perlindungan dalam pemberdayaan masyarakat
miskin adalah tumbuhnya kelompok atas
dasar kebutuhan dan kepentingan kelompok, dengan tujuan mengembangkan kerjasama
ekonomi yang lebih luas sehingga dapat memberikan manfaat yang lebih besar bagi
para anggotanya.
d)
memberikan
bimbingan dan dukungan agar masyarakat mampu menjalankan peranan dan
tugas-tugas kehidupannya. Pemberdayaan
harus mampu menyokong masyarakat agar tidak terjatuh kedalam keadaan dan posisi
yang semakin lemah dan terpinggirkan.
Upaya yang dapat dilakukan dalam pemberdayaan masyarakat miskin salah satunya yaitu menjalin kerjasama dengan
dinas /instansi dan pihak terkait sebagai bentuk dukungan terhadap masyarakat
miskin sehingga mereka akan mendapatkan bimbingan dan pembinaan untuk
peningkatan penghidupannya.
e)
memelihara
kondisi yang kondusif agar tetap terjadi keseimbangan distribusi kekuasaan
antara berbagai kelompok dalam masyarakat.
Pemberdayaan harus mampu menjamin keselarasaan dan keseimbangan yang
memungkinkan setiap orang memperoleh kesempatan berusaha. Kegiatan dalam pemberdayaan masyarakat miskin
salah satu bentuk kegiatan yang dilaksanakan yaitu adanya pertemuan rutin di
kelompoknya yang mengacu pada aturan-aturan yang telah dibuat atas kesepakatan
musyawarah bersama anggota.
II. BUDAYA KERJA
Budaya secara harfiah
memiliki arti kemampuan mengerjakan
tanah, mengolah, memelihara ladang. Sedang kebudayaan adalah a) sebagai suatu
keseluruhan dari pola perilaku yang dikirimkan melalui kehidupan sosial,
seniagama, kelembagaan, dan semua hasil kerja dan pemikiran manusia dari suatu
kelompok manusia. b) keseluruhan sistem gagasan tindakan dan hasil karya
manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan miliki diri manusia
dengan cara belajar.
Budaya Kerja adalah
suatu falsafah dengan didasari pandangan hidup sebagai nilai-nilai yang menjadi
sifat, kebiasaan dan juga pendorong yang dibudayakan dalam suatu kelompok dan
tercermin dalam sikap menjadi perilaku, cita-cita, pendapat, pandangan serta
tindakan yang terwujud sebagai kerja.
Budaya kerja memiliki
tujuan untuk mengubah sikap dan juga perilaku SDM yang ada agar dapat
meningkatkan produktivitas kerja untuk menghadapi berbagai tantangan di masa
yang akan datang.
Manfaat dari
penerapan Budaya Kerja yang baik :
1. meningkatkan jiwa gotong royong
2. meningkatkan kebersamaan
3. saling terbuka satu sama lain
4. meningkatkan jiwa kekeluargaan
5. meningkatkan rasa kekeluargaan
6. membangun komunikasi yang lebih baik
7. meningkatkan produktivitas kerja
8. tanggap dengan perkembangan dunia luar,dan
lain lainnya.
III.
PILAR BUDAYA KERJA
Pilar budaya kerja
merupakan landasan yang menjadi tolok ukur atau acuan nilai untuk mengukur
suatu program. Pilar budaya kerja seperti yang dicanangkan Bupati Bone adalah :
1. Kerja Cerdas
2. Kerja Keras
3. Kerja Ikhlas
4. Kerja Tuntas
KERJA CERDAS ;
Mampu memperhitungkan
risiko, mampu melihat peluang & dapat mencari solusi sehingga dapat
mencapai keuntungan yang diharapkan Hal ini tentu didasari tingkat kemampuan
yang dimiliki seseorang (profesional pada bidangnya)
KERJA KERAS :
Usaha maksimal untuk
memenuhi keperluan hidup di dunia dan di akhirat disertai sikap optimis. Setiap
orang wajib berikhtiar maksimal untuk memenuhi kebutuhan hidup di dunia dan
akhirat. Kebutuhan hidup manusia baik jasmani maupun rohani harus terpenuhi.
Kebutuhan jasmani antara lain makan, pakaian dan tempa tinggal sedangkan
kebutuhan rohani diantaranya ilmu pengetahuan dan nasehat. Kebutuhan itu akan
diperoleh dengan syarat apabila manusia mau bekerja keras dan berdo’a maka
Allah pasti akan memberikan nikmat dan rizki-Nya. Bekerja atau berikhtiar
merupakan kewajiban semua manusia. Karena itu untuk mencapai tujuan hidup
manusia harus bekerja keras terlebih dahulu. Dalam lingkup belajar, kerja keras
sangat diperlukan sebab belajar merupakan proses ang membutuhkan waktu. Orang
akan sukses apabila ia giat belajar, tidak bermalas-malasan.
KERJA IKHLAS :
Bekerja dengan
bersungguh-sungguh yang dilandasi oleh hati yang tulus dan dilakukan tanpa
keluh kesah. Hal ini harus dimulai dari niat yang baik atau dalam bahasa Bugis disebut "ININNAWA". Kerja ikhlas adalah bentuk pengorbanan baik
tenaga, pikiran, dan perasaan.
KERJA TUNTAS :
Bekerja tidak
setengah-setengah & mampu mengorganisasikan bagian-bagian usaha secara
terpadu dari awal sampai akhir untuk mencapai hasil maksimal. Kerja tuntas
dikalangan Bugis Bone dikenal dengan prinsip "TELLABU ESSOE RI TENGNGA
BITARAE" yaitu jika ingin melakukaan sesuatu pekerjaan maka renungkanlah
kemudian satukan hati dan pikiran selanjutnya lakukan dan jangan berhenti di
tengah jalan .
IV.PENGENTASAN DARI KEMISKINAN
Bukan hal baru, bahwa kemiskinan
merupakan suatu penyakit sosial ekonomi tidak hanya dialami oleh negara-negara
berkembang, tetapi juga negara-negara maju, revolusi industri yang muncul di
Eropa. Pada masa itu kaum miskin di Inggris berasal dari tenaga-tenaga kerja
pabrik yang sebelumnya sebagai petani yang mendapatkan upah rendah, sehingga
kemampuan daya belinya juga rendah. Mereka umumnya tinggal di permukiman kumuh
yang rawan terhadap penyakit sosial lainnya, seperti prostitusi, kriminalitas,
pengangguran. Berikut sedikit penjelasan mengenai kemiskinan yang sudah menjadi
dilema mengglobal yang sangat sulit dicari cara pemecahan terbaiknya.
Kemiskinan
dapat dibedakan menjadi tiga pengertian: kemiskinan absolut, kemiskinan relatif
dan kemiskinan kultural. Seseorang termasuk golongan miskin absolut apabila
hasil pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan, tidak cukup untuk
memenuhi kebutuhan hidup minimum: pangan, sandang, kesehatan, papan,
pendidikan. Seseorang yang tergolong miskin relatif sebenarnya telah hidup di
atas garis kemiskinan namun masih berada di bawah kemampuan masyarakat
sekitarnya. Sedang miskin kultural berkaitan erat dengan sikap seseorang atau
sekelompok masyarakat yang tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupannya
sekalipun ada usaha dari pihak lain yang membantunya. Adapun indikator kemiskinan
antara lain :
1.
Ketidakmampuan
memenuhi kebutuhan konsumsi dasar (sandang, pangan dan papan).
2.
Tidak
adanya akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya (kesehatan, pendidikan,
sanitasi, air bersih dan transportasi).
3.
Tidak
adanya jaminan masa depan (karena tiadanya investasi untuk pendidikan dan
keluarga).
4.
Kerentanan
terhadap goncangan yang bersifat individual maupun massa.
5.
Rendahnya
kualitas sumber daya manusia dan terbatasnya sumber daya alam.
6.
Kurangnya
apresiasi dalam kegiatan sosial masyarakat.
7.
Tidak
adanya akses dalam lapangan kerja dan mata pencaharian yang berkesinambungan.
8.
Ketidakmampuan
untuk berusaha karena cacat fisik maupun mental.
9.
Ketidakmampuan
dan ketidaktergantungan sosial (anak-anak terlantar, wanita korban kekerasan
rumah tangga, janda miskin, kelompok marginal dan terpencil).
Penyebab Kemiskinan
a.
Merosotnya
standar perkembangan pendapatan perkapita secara global.
b.
Menurunnya
etos kerja dan produktivitas masyarakat.
c.
Biaya
kehidupan yang tinggi.
V. PENUTUP
Sejatinya, upaya menghadapi kemiskinan di
zaman global ini diperlukan usaha-usaha yang lebih kreatif dan inovatif. Sehingga
ke depan mau tidak mau perlu
strategi-strategi baru dalam meningkatkan kualitas SDM dalam bentuk
pendampingan langsung yang didasari dedikasi yang tinggi khususnya bagi mereka
yang bergerak dalam hal pemberdayaan masyarakat. Hal ini dapat terwujud
bilamana para penggerak pemberdayaan memiliki dedikasi yang tinggi dengan
membudayakan falsafah etos kerja yang kukuh, yakni bekerja cerdas, keras,
ikhlas, dan tuntas.
Posting Komentar