
Kembali
kearifan lokal melalui muatan budaya, norma dan tata-cara adat dapat digunakan
untuk menyelesaikan persoalan, sebagaimana terlihat di desa Antiga, Karang
Asem, Bali.
Persoalan ini semula berawal
dari adanya identifikasi kelompok Unit Pengelola Keuangan (UPK) bersama Tim
Verifikasi yang bermuara ke arah Sdt. Wanita itu ditenggarai melakukan modus
pinjaman fiktif sebagai modal usaha.
Perlu diketahui di Bali mengenal dua sistem
pemerintahan desa, yakni Pemerintahan Kedinasan atau Desa Dinas yang dipimpin
oleh seorang Perbekel atau kepala desa dan Pemerintahan Adat atau Desa Pekraman
yang dipimpin Desa Adat atau Desa Pekraman yang mengatur tata-cara adat dan
ritual masyarakat. Keduanya kini jadi
sibuk dibuatnya, karena telah terjadi tiga pinjaman bermasalah ditiga kelompok
besar sejumlah Rp. 29.250,000, termasuk pokok dan bunganya di desa Antiga.
Kembali
ke Sdt, pada bulan Maret 2010, kelembagaan Badan Kerjasama Antar Desa (BKAD)
melakukan pertemuan yang juga dihadiri Kelihan Desa Adat, Kelihan Dinas dan
Perbekel serta ketua kelompok. Mereka sepakat agar dana yang disalah gunakan
segera dikembalikannya dengan cara mencicil mulai April 2010. Namun hingga
bulan Juni berjalan belum juga ada perkembangannya.

Dari
hasil pertemuan kembali dengan pihak keluarga yang difasilitasi Fasilitator
Keuangan (FK), Fasilitator Teknik (FT) dan Unit Pengelola Keuangan (UPK), Sdt
sebagai pengguna dana Simpan Pinjam khusus Perempuan (SPP), berkilah dirinya
belum berkordinasi dengan keluarganya yang berada di luar Bali supaya mau ikut
bertanggung jawab atas dana yang digunakannya.
Hal hasil dari pada hanya berputar-putar penyelesaiannya,
maka peran Perbekel Desa Antiga dan aparat Desa dan Bendesa didorong untuk
membantu menyelesaikan persoalan. Sebab bila penyelesaiaannya berlarut-larut,
maka akan berimplikasi dengan tersendatnya pencairan dana bantuan PNPM Mandiri
Perdesaan di tahun 2010 di desa Antiga.
Kesepakatan bulat berhasil
didapatkan dalam musyawarah itu. Desa
Antiga melalui Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) yang
sekaligus selaku Bendahara Desa
Adat sepakat menerapkan sanksi adat kepada pelaku penyimpangan dana dengan berkoordinasi dengan perbekel Desa Antiga.Hal hasil, segala pelayanan
adat danDinas kepada pihak
keluarga yang melakukan penyelewengan dana tidak akan dilayani. Sebelum
persoalannya bisa diselesaikan
keluarga Sdt, mereka tidak bisa melakukan ritual adat. Semua itu
tentunya akanmenghambat keluarga Sdt yang semula berniat melakukan
upacara adat. Dengan
adanya keputusan penerapan sanksi adat dan dinas kepada pelaku dan
keluarganya
itu, keluarga Sdt akhirnya mengembalikan dana yang telah disalah
gunakannya.
Penerapan sanksi adat ternyata cukup efektif untuk
penanganan masalah di Bali dan bisa
dijadikan sebagai alternatif penanganan masalah yang berbasis kearifan
lokal. (mia/IEC dari sumber I Putu Sutarka, SP2M Bali)
Posting Komentar